Mata panda atau lingkaran hitam di bawah mata bisa berakibat
fatal untuk penampilan Anda. Biasanya hal ini terjadi karena kurang
tidur, alergi atau penuaan dini.
Tetapi, tak perlu khawatir
karena ada cara instan untuk mengatasi hal ini. Tak perlu krim-krim mata
yang butuh waktu untuk merasakan khasiatnya, yang Anda butuhkan
hanyalah make-up. Beberapa alat make-up ini bisa membantu Anda untuk menyamarkan lingkaran hitam bawah mata. Voila..mata segar dalam sekejap.
1. Eyeliner putih
Eyeliner
tak cuma berfungsi untuk menyamarkan ukuran mata. Pensil khusus untuk
dekorasi mata ini juga bisa digunakan untuk membuat mata Anda terlihat
lebih segar.
Gunakan eyeliner yang berwarna putih untuk menyamarkannya. "Aplikasikan eyeliner ini mulai di sudut mata. Cara ini akan membantu mencerahkan area bawah mata yang gelap dengan instan," ungkap Liz Pugh, Make-Up Artist dari London.
Fokuslah di area kelopak bawah dan cekungan di sekitar hidung. Samarkan warna putih ini dengan menggunakan blush berwarna pink agar terlihat lebih alami.
2. Concealer
Kalau
yang satu ini, Anda sudah pasti tahu manfaatnya. Untuk menyamarkan
lingkaran hitam di mata, pilihlah warna kekuningan dua tingkat lebih
terang dibandingkan warna kulit. Gunakan kuas kecil untuk mengoleskan concealer di area bawah mata ini.
Triknya jangan menggunakan warna concealer
yang sama untuk wajah Anda. Hal ini akan membuat lingkaran hitam bawah
mata tetap terlihat lebih hitam dibanding kulit wajah sekitarnya.
3. Pengalih perhatian
Tak
ingin bersusah payah menyamarkan area hitam ini, Anda perlu pengalih
perhatian. Tetapi jangan gunakan maskara atau bulu mata bawah, karena
justru akan membuat mata jadi lebih menonjol.
Sebaiknya, tonjolkan bagian wajah paling sempurna Anda,misalnya bibir atau pipi. Pilih lipstik atau blush on yang berwarna terang, seperti pink atau oranye.
http://www.sisterhood.co.id/page/view-article/tips-samarkan-lingkaran-hitam-pada-mata
Ilmu & Hiburan
Rabu, 18 September 2013
Selasa, 17 September 2013
contoh Makalah Ilmu Hadis
I.
PENDAHULUAN
Al Qur’an sebagai salah satu hukum islam yang pokok banyak yang
mengandung ayat-ayat yabg bersifat mujmal, mutlaq dan ‘am. Sedangkan hadits
berfungsi untuk menjelaskan, Tanpa kehadiran hadits umat islam tidak akan mampu
menangkap dan merealisasikan hukum-hukum yang terkandung di dalam al qur’an
secara mendalam. Ini menunjukkan hadits menduduki posisi yang sangat penting
dalam literatur suber hukum islam.
Sungguhpun hadits mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar,
namun hadits tidak seperti al Qur’an
yang resmi telah ditulis pada zaman Nabi dan dibukukan pada masa
khalifah abu bakar ash-shiddiq. Hadits baru ditulis dan dibukukan pada masa kekhalifahan Umar ibn
‘Abd Al-Aziz (abad ke-2 H).
Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah saw. Dengan waktu
pembukuan hadits (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi
orang-orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan
sasuatu yang kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah saw.seperti inilah yang
kemudian dikenal dengan senutan hadits palsu atau maudhu’.
Hadits maudhu’ ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai
sebuah hadits, karena ia sudah jelas bukan sebuah haddits yang bisa disandarkan
kepada Nabi saw. Lain halnya dengan hadits dha’if yang diperkirakan masih ada
kemungkinan ittishal pada NAbi. Sedangkan hadits maudhu’ sudah ada kejelasan
akan kepalsuannya sementara hadits belum jelas, hanya samar-samar. Sehingga
karena kesamarannya ini, hadits tersebut disebut dengan hadits dha’if. Tetapi
juga Yang memasukkan pembahasan hadits maudhu’ ini kedalam bahasa hadits
dha’if.[1]
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu hadis maudhu?
2. Kapan hadis maudhu mulai ada?
3. apa factor yang mmepengaruhi pembuatan hadis maudhu?
4. bagaimana status dari hadis maudhu?
5. bagaimana cara untuk mengetahui hadis maudhu?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadis Maudhu
Pengertian hadis maudhu dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu
pendekatan kebahasaan (etimologis) dan pendekatan keistilahan (terminologis).
Kedua pendekatan ini perlu dilihat secara kebersamaan tanpa mengabaikan
pengertian salah satunya karena keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dalam
memahami hadis maudhu dalam konteks ilmu hadis.
a.
Pengertian kebahasaan (Etimoglogis)
Secara bahasa kata hadis maudhu merupakan peralihan dari kata arab موضوع yang
merupakan bentuk dari isim maf’ul dari kata dasarnya yaitu وضع. Kata وضع Adalah suatu bangunan kata yang pada dasarnya menunjukkan artiالخفظ والحطة , yang
berati menurunkan atau merendahkan (derajat).
b.
Pengertian keistilahan (Terminologis)
Pengertian
hadis maudhu secara istilah diberikan oleh para muhaddisin dengan
redaksi yamg berbeda-beda, tetapi pada intinya mempunyai kesamaan dalam hal
prinsip makna yang mendasar. Beberapa pengertian itu mengandung sedikit persoalan yang mencakup prinsip dalam
cakupan inti kemaudhuan suatu hadis, yaitu menyangkut batasan yang terdapat di
dalam kandungan unsure kemaudhuan.
Beberapa
rumusan pengertian istilah hadis maudhu adalah sebagai berikut:
الموضوع : الحديث المختلق المصنوع المكذوب على رسول الله ص.م عمدا أو
خطأ
Artinya :
“Hadis maudhu
adalah hadis yang diciptakan dan dibuat-buat yang bersifat dusta terhadap
Rasulullah saw, dibuat secara sengaja atau tidak sengaja”.
الموضوع : هو الخبر الذي يختلقه الكذابون وينسبونه إلى رسول الله ص.م
افترائا عليه
Artinya :
“hadis yang
diciptakan oleh para pendusta yang disandarakan kepada Rasulullah dengan tujuan
untuk memperdayai”.
الموضوع : المختلق المصنوع المنسوب إلى رسول الله ص.م زورا وبهتانا
سواء كان ذلك عمدا أوخطأ
Artinya :
“Hadis yang dicipta dan dibuat-buat yang dinisbatkan kepada
Rasulullah saw secara palsu dan dusta, baik sengaja ataupun tidak sengaja”.[2]
Beberapa unsure penting dalam batasan definisi al-maudhu
adalah sebagai berikut :
a.
Unsure الموضوع(pembuatan)
atau (dibuat-buat). Artinya apa yang disebut sebagai hadis oleh rawi
penyampai riwayat itu adalah hadis “buatan” dia sendiri, bukan ucapan,
perubuatan, atau ketetapan Nabi.
b.
Unsur الكذب (dusta) atau (menipu). Artinya, apa yang dikatakan
rawi sebagai jadis Nabi adalah “dusta” dan “tipuan” belaka dari dirinya
sendiri, karena bukan dari Nabi. Hanya dia yang mengatakan bahwa hadis itu
berasal dari Nabi.
c.
Unsur عمد(sengaja) dan خطأ(tidak sengaja). Artinya, pembuatan hadis dusta
yang disebut sebagi hadis Nabi itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja.
Dari ketiga unsure di atas, unsure yang paling dominan dalam
menentukan perwujudan hadis maudhu adalah dusta (kidzib).oleh
karena itu Nabi sangat berpesan agar menghindari dusta dalam meriwayatkan
hadis, dan juga member ancaman terhadap setiap pelaku kedustaan riwayat Nabi.
B.
Masa Awal Kemunculan Hadis Maudhu
Pada mulanya para mitakallim bersilang pendapat tentang benar
tidaknya terjadi pemalsuan hadis jika dilihat dari segi pariwayatanya. Hal ini
karena dari segi periwayatannya, terjadi status kemaudhuan hadis didasarkan
atas kedustaan (kidzib) atau tertuduh dusta (muttaham bil kidzib).
Ibn katsir mensinyalir bahwa sebagian para mutakallim menolak adanya anggapan
bahwa bisa saja terjadi pemalsuan hadis secara menyaluruh. Adapun sebagian
lainnya menyatakan bahwa bisa saja terjadi pemalsuan didalam hadis apabila
didasarkan pada fakta empiric sejarah masyarajat Islam, memang telah terjadi
pemalsuan dalam riwayat hadis ayng banyak beredar di masyarakat. Hal ini
terbukti setelah dilakukan penelitian para ulama muhaddisin.
Namun kemudian, persoalan muncul tentang batasan masa awal
permulaan terjadinyan pemalsuan hadis maudhu dan munculnya hadis-hadis palsu
pun diperselisihkan para ulama muhaddisin. Dalam hal ini terdapat tiga pendapat
di kalangan para muhaddisin.
Pendapat pertama,
menyatakan bhwa pemalsuan hadis maudhu mulai terjadi sejak periode Nabi
Muhammad saw. pendapat kedua, menyatakan bahwa pemalsuan hadis baru
terjadi pada tahun 40 Hijriah dan bekembaang pada masa sesudahnya. Pendapat
ketiga, menyatakan bahwa pemalsuan hadis mulai terjadi pada akhir abad
pertama Hijriah.
Pendapat pertama dianut
oleh Ahmad Amin dan Hasyim Ma’ruf Asy-syi’i.[3]
a.
Menurut Ahmad Amin, bahwa hadis maudhu’ telah terjadi pada masa
Rasulullah saw. Masih hidup. Alas an yamg dijadika argumentasi adakah sabda
Rasulullah.
فمن كذب علي متعمدا فليتبوء مقعده من النار
“Bagi siapa yang
secara sengaja berdusta kepadaku, maka hendaknya dia mengambil tempat di neraka.”
b.
Shalah al-Din Al-Dhalabi mengatakan bahwa pemalsuan hadis berkenaan
dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa RAsulullah saw. Alas an yang
dia kemukakan adalah hadis riwayat Al-Thahawi (w. 321 H/933 M(
dan Al-Thabrani (w. 360 H/971 M). dalam kedia hadis tersebut dinyatakan bahwa
pada masa Nabi ada seseorang telah membuat berita bohong mengatasnamakan Nabi.
Orang itu mengaku telah diberi wewenang Nabi untuk menyelesaikan suatu masalah
disuatu kelompok masyarakat di sekitar Madinah. Kemudian seseorang itu melamar
gadis dari masyarakat tersebut, tetapi lamaran itu ditolak. Masyarakat tersebut
lalu mengirim utusan kepada Nabi untuk mengkonfirmasikan berita utusan
dimaksud. Ternyata Nabi tidak pernah menyuruh seseorang yang mengatasnamakan
beliau itu.
c.
Menurut jumhur al-muhaddisin bahwa pemalsuan hadis itu
terjadi pada masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib, mereka beeralasan bahwa keadaan
hadis sejak zaman Nabi hingga sebelum terjadinya pertentangan antara ‘Ali ibn
Thalib dengan Mu’awiyah ibn Abi Shofyan (w. 60 H/680 M) masih terhindar dari
pemalsuan-pemalsuan. Zaman Nabi jelas tidak mungkin terjadi pemalsuan hadis.
Sedangkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar Al-Shiddiq, ‘Umar ibn Khathab, dan
Usman ibn ‘Affan juga belum terjadi pemalsuan hadis.
Pada masa
khalifah ‘Ali ibn Abi Thalib telah terjadi perpecahan politik antara golongan
‘Ali dan pendukung Mu’awiyah. Upaya ishlah melalui tahkim tidak
mampu meleraikan pertentangan mereka, bahkan semakin menambah ruwetnya masalah
dengan keluarnya sebagian pengikut ‘Ali (khawarij)dengan membentuk kelompok
tersendiri. Golongan yang terakhir ini kemudian tidak hanya memusuhi ‘Ali dan
pengikutnya akan tetapi juga melawan Mu’awiyah dan pengikutnya.
C.
Factor-faktor Yang Mempengaruhi Pembuatan Hadis Maudhu
Untuk mendekatkan diri kepada Allah
swt: dengan
membuat hadis-hadis yang dapat mendorong manuisa untuk mengerjakan
kebajikan-kebajikan dan hadis-hadis yang dapat menakut-nakutimanusia berbuat
kemungkaran. Maka para pembuat tersebut adalah kaum yang membangsakan kepada
zuhud dan kesholehan, dan merekalah sejelek-jelek pembuat hadis maudhu karena
manusia telah menerima kemaudhuan mereka sebagai suatu yang terpercaya.
Untuk mencari simpati penguasa ahli
hukum : yakni hal
itu dilakukan oleh sebagian orang yang lemah imannya guna mendekatkan kepada
para penguasa, denagn membuat hadis-hadis yang sesuai dengan kadudukan para
penguasa tersebut, seperti kisah ghiyats in ibrahiman-nasha’i al-kufi dengan
amirul mu’minin al-mahdi, ketika dia memasuki sedang ia tengah bermain di kamar
mandi, lalu malanjutkan sanadnya kepada Nabi saw. bahwa beliau bersabda: “la
sabqa illa fi nashlin au khufin au hafirin”, lalu ia menambah kalimat “au jannah” untuk kepentingan
al-mahdy, maka la-mahdy mengetahui hal itu, lantas memerintahkan menyembelih
burung merpati,seraya ia mengatakan “ sayalah yang membawanya atas yang
demikian itu”.
Untuk tujuan kerja atau mencari
rizki: seperti yang
dilakukan sebagian tukang cerita yang bekerja dengan membuat hadis-hadis untuk
manusia, demi untuk menghibur dan mengherankan manusia yang mendengarkanya,
lalu member imbalan materi kepadanya, seperti yang dilakukan oleh abu sa’ad
al-madany.
Untuk tujuan mencari popularitas
atau kemasyhuran: dan hak itu
dangan cara mengdakan hadis-hadis yang gharib yang tidak pernah diperoleh oleh
salah syekh ahli hadis manapu kemudian membolak-balikan sanad hadis agar
dianggap sebagai hadis shahih, lalu mendorong
orang-orang yang mendengarnya, hal seperti itu seperti yang dilakukan
oleh ibn abu dahiyah dan hammad an-nashibi.[4]
Untuk merusak ajaran agama Islam: mereka itu adalah kaum zindik yaitu termasuk kaum golongan yang membenci islam,
baik islam sebagai agama atau sebagai dasar pemerintahanmereka tidak mugnkin
dapat melampiaskan kebecian melalui konfrontasi dan pemalsuan al-Qur'an,maka
cara yang paling tepat dan memungkinkan adalah
melalui pemalsuan hadis, dengan tujuan menghancurkan agama dari dalam.
‘Abd Al-Karim ibn ‘Auja’yang dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali,
wali wilayah basrah, ketika hukukman akan dilakukam dia mengatakan “demi Allah
saya telah membuat hadis palsu sebanyak 4.000 hadis. Seorang zindik telah
mengaku di hadapan khalifah Al-Mahdi bahwa dirinya telah membuat ratusan hadis
palsu. Hadis palsu ini tersebar di kalangan masyarakat. Hammad bin Zaid
mengatakan bahwa hadis yang dibuat kaum zindik ini berjumlah 12.000 hadis.
Contoh hadis yang dibuat oleh golongan zindik antara lain:
النظر الى
الوجه الجميل صدقة
“Melihat
wajah cantik itu termasuk ibadah”
Fanatic terhadap bangsa, suku, negri, bahasa dan
pimpinan: Mereka membuat
hadis palsu karena didorong oleh sikap ego dan fanatic buta serta ingin
menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain. Golongan Al-syu’ubiyah
yang fanatic terhadap bahasa persi mengatakan:
ان الله إذا
غضب أنزل الوحي بالعربية وإذا رضي أنزل الوحي بالفرسية
“Apabila Allah
murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab, dan apabila senang, maka
menurunkannya dengan bahasa Persi”.
Sebaliknya,
orang arab yang fanatic terhadap bahasanya mengatakan:
ان الله إذا
غضب أنزل الوحي بالفرسية وإذا رضي أنزل الوحي بالعربية
“apabila Allah
murka, menurunkan wahyu dengan bahasa Persi, dan apabila senang, menurunkannya
dengan bahasa Arab”.
golongan yang
fanatic terhadap Abu Hanifah pernah membuat hadis palsu, seperti “dikemudian
hari akan ada seorang umat-Ku yang benama Abu Hanifah bin nu’man. Ia ibarat obor
bagi umat-Ku”.
Demikian pula
golongan yang fanatic menentang imam Syafi’i membuat hadis palsu, seperti “di
kemudian hari akan ada seorang umat-Ku
yang bernama Muhammad bin Idris. Ia akan lebih menimbulkan madharat kepada
umat-Ku daripada iblis”.
Mempengruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat: Mereka
melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik dari pendengarnya dan
agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadis yang mereka katakana terlalu
berlebihan dan tidak masuk akal. Sebagai contoh dapat dilhat pada hadis berikut
ini:
من قال لا أله
الاالله خلق الله من كل كلمة طائرا منقاره من ذهب وريشه من مرجان
“barang siapa yang
mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari
tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan”.[5]
D.
Status Hadis Maudhu
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan status hadis maudhu
apakah merupakan bagian dari hadis atau bukan. Pertentangan pendapat ini sangat
berkaitan erat dengan definisi hadis maudhu yang dirumuskan oleh para
ulama muhaddisin, yaitu sebagai hadis yang mengandung unsure dibuat-buat,
dusta, dengan cara sengaja maupun tidak sengaja.
Dengan adanya unsur tersebut para muhaddisin yang menolak hadis
maudhu, mempersoalkan apakah hadis maudhu layak diketegorikan sebagai hadis.
Dalam hal ini terdapat dua pandangan.
Kelompok pertama
yang diwakili oleh ibn Sholah dan diikuti jumhur muhaddisin, berpendapat bahwa
hadis maudhu merupakan bagian dari hadis dhaif. Hanya saja, posisi tingkatan
kedhaifannya berbeda pada tingkatan yang paling rendah, paling parah, serta
paling rusak nilainya. Imam ibn Sholah menegaskan:
الحديث الموضوع شرالأحاديث الضعيفة (hadis maudhu adalah hadis yang paling
jelek dan jahat)
kelompok kedua,
diwakili oleh ibn Hajar Al-Asqalani, berpendapat bahwa hadis maudhu bukan
termasuk hadis Nabi. Hal ini karena pada dasarnya, hadis Nabi adalah segala apa
yang berasal dari Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun ketetapan,
sedangkan hadis maudhu, bukan sesuatu ynag dating atau berasal dari Nabi,
melainkan ucapan, perbuatan, atau sikap yang berasal dari seseorang, tetapi
dikatakan bahwa itu berasal dari Nabi.
E. Kaidah-kaidah Untuk Mengetahui Hadis
Maudhu
Ada beberapa
patokan yang bisa dijadikan alat untuk mengidentifikasi bahwa hadis itu palsu
atau shohih, di antaranya :
a.
Dalam
sanad
1. Atas dasar pengakuan para pembuat hadis palsu,
sebagaimana pengakuan Ibn ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat
hadis tentang fadhilah membaca Al-Qur’an, surat demi surat, Ghiyas bin Ibrahim,
dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan masalah ini Al-Suyuthi menyatakan, bahwa
surat-surat Al-Qur’an yang didapati dalam hadis-hadis shohih mengenai
keutamaannya hanyalah surat Al-fatihah, Al-Baqarah,Ali ‘Imran. Al-‘An’am, dan
tujuh surat yang panjang (dari surat Al-Baqarah hingga surat Al-Bara’ah), surat
Al-Kahfi, Yasin, Al-Dhukhan, Al-Mulk, Al-Zalzalah, Al-Nur,
Al-Kafirun,Al-Ikhlas, dan Al-mu’awidzatain. Selain terhadap surat-surat
tersebut, hadisnya bukanlah hadis shohih.
2. Adanya qorinah (dalil) yang
menunjukkan kebohongannya, seperti menurut pengakuan ia meriwayatkan dari
seorang syekh, tapi ternya ia belum pernah bertemu secara langsung; atau pernah
menerima hadis di suatu daerah, tapi ia sendiri belum pernah melakukan rihlah (perjalanan) kedaerah
tersebut; atau pernah menerima hadis dari syekh tapi syekh tersebut diketahui
telah meninggal ketika ia masih kecil; dan lain sebagainya.
3. Meriwayatkan hadis sendirian, sementara diri
rawi dikenal sebagai pembohong, sementara itu tidak ditemukan dalam riwayat
lain. Maka yang demikian ini ditetapkan sebagi hadis maudhu.
b.
Dalam
Matan
1.
Buruknya
redaksi hadis. padahal Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang sangat fasih
dalam berbahasa, santun dan enak dirasakan. Dari redaksi yang jelek ini akan
berpengaru kepada makna ataupun maksud dari hadis Nabi saw. kecuali bila si
rawi menjelaskan bahwa hadis itu benar-benar menunjukkan dating dari Nabi
Muhammad saw.
2.
Maknanya
rusak. Ibn hajar menerangkan bahwa kejelsan lafadz ini dititikberatkan pada
kerusakan arti, sebab dalam sejarah tercatat “periwayatan hadis tidak mesti bil-lafdzi akan tetapi
ada yang bil-maknawi, terkecuali
bila dikatakan bahwa lafalnya
dari Nabi, baru dikatakan hadis palsu.
3.
Matannya
bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan al-Qur'an atau hadis
yang lebih kuat, atau ijma’. Seperti hadis yang menyebutkan bahwa umur dunia
7000 tahun. Hadis ini bertentangan dengan QS Al-A’raf (7):178, yang intinya
bahwa umur dunia hanya diketahui oleh Allah.
4.
Matannya
menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil atau ancaman yang
sangat besar atas perkara kecil. Seperti hadis yang menyatakan bahwa anak hasil
zina tidak masuk surga hingga tujuh turunan. Ini menyalahi QS. Al-An’am (6):164
yang menyatakan bahwa:
ولا تزر وازرة
وزر أخرى
“tidaklah seorang (yang bersalah) memikul dosa orang
lain”
5.
Hadis yang
bertentangan dengan kenyataan sejarah yang benar-benar tejadidi masa Rasulullah
saw. dan jelas tampak kebohongannya, seperti hadis tentang ketentuan jizyah (pajak) pada penduduk
khaibar. Ada beberapa hal yang menjadi kelemahan hadis tersebut. Pertama; dikatakan bahwasanya hal
itu diriwayatkan dari Sa’ad ibn Mu’adz, padahal Sa’ad telah meninggal sebelum
perang khandaq. Kedua; kewajiban
jizyah saat itu belum ditetapkan.
6.
Hadis yang
terlalu melebih-lebihkan salah satu sahabat seperti hadis:
أنه أخذ بيد
على ابن أبي طالب بمخضر من الصحابة كلهم ثم قال هذا وصي وأخي والخليفة من بعدى ثم
إتفق الكل على كتمان ذلك
Bahwasanya
Nabi saw. memegang tangan Ali ibn Abi Thalib di suatu majelis di antara para
sahabat yang lain….kemudian Nabi berkata: “inilah wasiatku dan saudaraku, dan
khalifah setelahku..” kemudian sahabat yang lain sepakat. Hadis tersebut jelas
kepalsuannya.[6]
IV.
SIMPULAN
Hadis maudhu
adalah hadis yang dibuat-buat oleh selain Nabi tetapi dengan cara memalsukan
hadis tersebut dan disandarkan kepada Nabi dengan tujuan mencari simpati,
memperdayai maupun untuk kepentingan pribadi.
Hadis maudhu
tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam karena kedha’ifannya, bahkan
bisa dianggap bukan hadis, karena sumbernya bukan berasal dari Nabi.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah tentang hadis maudhu yang dapat kami sampaikan,
semoga dapat menambah wawasan dan memperkaya khasanah keilmuan kita semua.
Kurang lebihnya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah
kami yang kurang sempurna, agar dalam penulisan makalah yang berikutnya bisa
lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi pemakalah
khususnya.
REFERENSI
Drs. Munzier Suparta, MA. Ilmu hadis,Jakarta: PT Raja Grafanda
Persada, 2002
DR. MOHAMAD NAJIB,pergolakan politik umat islam dalam kemunculan
hadis maudhu,bandung: CV Pustaka Setia,2001
Dr. Mahmud
Thahhan,ulumul hadis, Yogyakarta: Titian Ilahi press, 1997
[2] Mohamad Najib, pergolakan politik umat
islam dalam kemunculan hadis maudhu, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
h.37-41
Langganan:
Postingan (Atom)